Kamis, 22 Januari 2009

TUKANG PANGKAS DADAKAN

BAB 5

Jarak yang jauh antara Kambang dan Talang babungo, tampaknya menjadi salah satu bahan pertimbangan mengapa kemudian ayah memboyong kami, eksodus besar besaran terjadi, dan sebagain seorang kepala keluarga ayah mengerti betul bahwa tidak elok memisahkan diri dengan istri dan anak anak.

El Kakakku diboyong ayah duluan karena dia perempuan setidaknya akan dapat membatu ayah mengemasi persoalan tetek bengek, memasak, menyapu atau sekedar mencuci piring, yang jelas untuk memasak dan menggulai ayah belum akan memberikan otonomi penuh, untuk urusan masak memasak masih ayah handle sendiri, karena itu menyngkut liddah dan rasa, jadi ya harus ditangai sendiri.

Bahkan ayah juga dengan telaten menyuci pakaian, setrika, sampai bercocok tanam, dihamparan halaman samping rumah dan depan, tumbuh jenis kacang-kacangan, kunyit, ruku-ruku, ada juga ubi kayu, ubi jalar dan jagung, setap inchi lahan yang kosong menjadi bulan-bulanan cangkul ayah, tidak bisa tidak untuk seorang Guru, tidak saja menjadi taulaan di sekolah saja, eksistensi sebagai guru menjadi motor bagi persoalan soasil kemasyarakatan.

Saat itu belum ada salon untuk anak perempuan, ayah menangani sendiri urusan gunting mengunting rambut Unang, bahkan seluruh potongan rambut kami beliau yang ciptakan dan jadilah berbagai versi potongan rambut yang belum ada dalam literature tata rias rambut, semuanya memang serba alam, bakat alam tepatnya, terkadang bisa jugalah dikatakan kelewat inovatif karena model rambut guntingan ayah yang menyebabkan aku malu dan mogok sekolah selama seminggu, bayangkan kepalaku memang tidak cocok untuk guntingan cepak, eh setelah beberapa lama guntingan berkelbat dikepalaku, kepala terasa ringan, enteng sekali, setelah kupelototi ternyata, yang tersisa dikepalaku adalah aar akar rambut saja, kontan saja aku protes dan salah satu aksi protesku itu, ya mogok sekolah dan ayahpun paham, namun atas saran ibu, resep untuk mempercepat tumbuh rambut adalah dengan sering sering mandi keramas, kalau tidak ada shampoo cukup dengan sabun cap tombak pun tidak apalah. Yang terpenting kepala tempang-ku tidak membuat kawam kawanku terpingkl pingkal.

Seorang bapak bapak datang ketempat praktek “salon” ayah, klien khusus bahkan yang perdana datang, entas siapa pula yang promosi, pokoknya bapak itu tetp yakin bahwa ayah mampu merias rambutnya, barangkali bapak itu ingin pula mengikuti mode terbaru rancangan ayah, aku mulai kuatir dan jangan jangan persoalan ini akan menjadi masalah, kalau hasilnya tidak memuasakan si bapak tentu saja ayah akan jadi sasaran kekesalan orang itu.

Sepintas orang itu tampilannya seperti “jawara kampong” perawakannya tinggi besar, wajahnya lumayan sangar, kumis lebat melintang, dan jiKa dia tertawa giginya kokoh kendati berkarat ulah nikotin yang mengasahnya saban waktu. Dia bukalah pri simpatik dan jika itu terjadi bagaimana pula nasib ayah dan tentu jika firasatku betul maka akan berimbas langsung kepada kami anak anaknya, tidak sebatas efek domino saja tetapi sudah menjadi terdapak langsung tampa ampun.

“ Ma’af kebetulan saya hanya bisa untuk anak anak saya saja” ayak mengelak memberi alasan.
“Coba jugalah Ustadz bagi saya tidak apa apa, rambut saya sudah terlalu panjang, dan seperti model anak ustad itu”

Sembari mengarahkan telunjuknya kepadaku, ia sepertinya tertarik juga dengan model rambutku, kalau dia tahu persis kasusnya saya pasti dia menolak. “ tidak ada lagi alasan bagiayah menolak sehingga mau tak mau ayah melakukan tugasnya, aku lihat mimic ayah agak serius, dan dengan hati hati sekali ayah mempermaikan guntingnya diatas kepala pria itu, ayah seperti sopir yang sedang belajar nyetir, hati-hati sekali dan sesekali ayah melirik pria itu dari kaca yang dipegang.

“ Auuuuuu, takapik, takapik, ……..ou…………….ou.ooooooooooooooooooo”
Pria itu mengaduh, melolong, jelas sekali ayahku telah melakukan kesalahan, telinga pria itu berdarah, agaknya gunting ayah berkelebat terlalu lincah.

“ maaf pak, saya tidak sengaja” kalau disengaja pasti lain ceritanya pikirku membathin, ayahku menyeringai miris, seperti anak yang siap dimarahi guru, orang itu hanya diam, parasnya masam, tetapi dia tetap diam dan tidak berkata kata, sepertinya dia terbawa emosi, kesal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar