Kamis, 22 Januari 2009

GADIS KECIL DARI SURGA...

BAB 12

Malam begitu hening, dingin membeku, Talang Babungo disungkup malam suhunya sangat rendah, dan untuk mengusirnya tentu saja Sebo dan Selimut menyatu di badan. semenjak kejadian tadi sore, tubuh Era diam dan suhu tubuhnya panas sekali, sapu tangan dikeningnya kembali kering, hanya itu yang bisa dilakukan karena tidak ada antibiotik yang dapat menolong, yang ada hanya ramuan alam, daun jarak, kumis kucing yang diracik ayah.

Jika ada yang demam diantara kami maka 7 helai daun jarak adalah salah satu langkah pertolongan pertama, ibu senantiasa sigap, kompres di kepala Era sangat cepat keringnya, dan ibu kembali menambah air dan mengompreskan lagi, tetapi belum ada tanda-tanda panas badannya akan turun.

Ayah juga tak bisa menyembunyikan rasa kuatirnya, dan sesekali beliau meraba sekujur tubuh era, memijit, memijat dan berkomat kamit. entah apa yang beliau tasbihkan, lamat-lamat ayah kudengar ayah, menyebut asma Allah, keadan kritis seperti ini tidak ada lagi yang dapat dilakukan selain memohon pertolongan Allah Swt,

Sore tadi Era jatuh, tergelincir, ditepi Batang Gumanti, keningnya lebam membiru, agaknya sebuah batu besar dibawah tempatnya berdiri, menjadi penyebab utama mengapa sebagaian wajahnya terutama kening dan samping pelipis membiru.

Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk pengobatan Era, puskesmas Talang Babungo bukanlah pilihannya yang tepat, karena hari-hari seperti ini jangankan dokter mencari para medispun alangkah susahnya, kerena memang mereka lebih sering tidak berada ditempat, dan kalaupun ada memang fasilitas pendukung untuk keperluan medis sangat terbatas.

Jika memungkinkan, pilihan tentu ke Alahan Panjang, disana ada Puskesmas yang agak representative, ada dokter, perawat dan apotik, tetapi sepertinya hari sudah semakin petang, angkutan tentu tidak ada lagi, jika ke Alahan Panjang satu-satu caranya adalah mencarter Oto Sisariak. Oto Sisariakpun sedang tidak enak badan, keempat-empat rodanya enggan berputar, sepertinya ada yang salah dalam system mekanis mobil itu, kecuali yang tersisa rarau-parau dan gaduh dari mesin yang sedang dalam tahap reparasi.

Jadilah Era sepanjang malam, menanggung beban kesakitan, tentu keningnya yang lebam bukti kuat bahwa dibawah kulitnya yang kuning itu, ada pecahan sel-sel darah, sel-sel yang membeku akibat benturan yang sangat keras, gumpalan darah beku yang membawa sakit yang amat sangat, tetapi Era merasakan dengan sesekali meringis, tidak ada rarau dan teriakan histeris.

“ Bagaimana lagi Yah” ibuku dibalut cemas yang amat dalam. Ayah juga bingung, sementara Pak Edi Tetangga sebelah, memberikan beberapa alternative, beberapa tentangga memang sudah berkumpul peduli sejak sore.

“ Kita minta pertolongan Dukun, Sabir saja, mudah mudahan dia dapat membantu”, dan dengan langkah cepat Pak Edi hilang ditelan malam, menuju rumah Dukun Sabir.

Sejemput berlalu Dukun Sabir telah menunaikan tugasnya sebagai seorang para normal, beberapa ramuan tersaji, dan semuanya tilah tersedia sebagai obat dan usaha Dukun Sabir hanyalah sebuah iktiar diantara keputusasaan, hasilnya adalah ketidakpastian.

Aku menjadi orang pertama yang paling tidak yakin bahwa Dukun sabir adalah solusi dari derita Era, sakit Era bukan karena Jin, Setan atau makluk halus yang bersemanyam, benturan keras di tepi Batang Gumanti menyebabkan pendarahan dibawah kulit wajahnya, dan itu tidak selesai dengan hanya sitawa sidingin, kumis kucing, daun jarak, atau air putih yang diambil dari sumber air yang mengalir deras, atau komat kamit mentera, capak-capak beruk. Tidak.

Dukun Sabir telah melakukan kebohongan, pembohongan public, kebohongan yang sama seperti ayamku yang hilang tempa hari kemudian kutemukan bermain dikandang rumahnya, ayam kesayanganku hilang, ayam yang persis seperti minitur burung onta dilehernya tidak ditumbuhi bulu sehelaipun, ayam yang nyentrik, antic dan menguggah rasa untuk memilikinya.

JIka kemudian tiba-tiba sudah menjadi hak miliknya, bagaimana bisa terjadi, kalau proses jual beli tidak pernah dilakukan, apalagi Aqad, salah satu alasan untuk mengatakan bahwa perpindahan ayamku ke rumah Dukun sabir dilakukan secara illegal, tidak syah dan melanggar hokum, dicuri Kawan.

Dukun Sabir kalau tidak mencurinya, tentu sudah menjadi seorang penadah, tetapi ayahku agak memiliki kesabaran, karena orang orang selalu mengganggap Dukun Sabir, orang sakti, sakti mandraguna, hebat, dan jika sedikit saja silaf dan salah salah kata atau tindakan, Dukun Sabir bisa berbuat kejam, dissamping ilmu pengobatan ia juga pandai merajam. Santet, ayahku tentu juga takut mati dengan cara keji. Apalagi kalau diguna gunai.

Tepi mengapa pula Pak Edi membawa dukun itu kerumahku, hendak mengobati Era yang semakin lemah, era yang kian diam, reaksi yang menunjukkan bahwa ia sedang mengdahapi masalah berat dikeningnya, wajahnya makin pias, bibir mungilnya bergerak lemah dan tak sekalipun matanya terbuka, dia selalu terpejam dan meringis.

Dukun Sabir melakukan pekerjaan terakhirnya, benar benar pamungkas, dengan sebuah telur bertuliskan aksara arab, dan keris yang dipegangnya menyentuh ujung telur, sehingga lambat lambat telur dalam bejana itu berputar, makin lama makin cepat, seperti putaran gasing. Dia kembali komat kamit seolah telah terjadi hal yang luar biasa, dan ini dilakukan oleh orang orang yang tidak suka. Orang orang yang sedang bermufakata jahat. Targetnya adalah ayah, tetapi tidak mempan.

Telur itu berputar bukan karena komat kamir sang dukun, bukan karena kekuatan sihir manteranya, telur sedang beraksi secara fisika, dalam titik keseimbangan telur yang berbetuk oval, berada posisi seimbang kalau mendapat tekanan dari atas, secara ilmiah akan berputar kearah tidak terberat tekanan ujung keris itu diberikan, Dukun Sabir, Penipu.

Dari puncak Baitus Shafa suara Al Arqan mendayu- dayu lirih, subuh telah datang, hening menjadi bening. Sehening rasa dan keinginan Ibu agar Era membawa harapan, dia telah berjalan cukup jauh dari sore terbang entah kemana, dia seperti bukan Era lagi dia hanyalah sesosok tubuh yang sesekali bergerak lemah, tetapi dengan reaksi yang tidak dipahami.

Era benar-benar terbang kenegerinya, meninggalkan Ibu dalam ratapan pilu, meninggal Ayah dengan wajah luka dan bersalah, meninggalkan ku dan saudara saudaraku, pergi menghadap Tuhan di Surga, ditempat pertama kali Adam dan Hawa merasakan kesenangan ilahi.

Putri Surga itu melepaskan kepenatannya, dengan seulas senyum, wajah munginya mengabarkan bahwa dia pergi dalam bahagia dan untuk kebahagian Ibu, Ayah dan Saudara saudaranya, pergi meninggalkan lara, cinta dan sayatan sukma, pergi meninggalkan jasad yang telah menemani ruhnya selama 6 tahun.

Era benar benar pergi ketika Al Arqam bersenandung dengan lafadz La illaha Illallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar