Kamis, 22 Januari 2009

BUK RINI DAN DITEPI DANAU KEMBAR

BAB 19
Tidak seperti nilai EBTANAS sekolah dasar, NEM ujian EBTA tingkat SLTP ku sangat buruk dan jeblok, sebuah pencapaian yang sia sia. Tentu saja aku kecewa, firasatku mengatakan paasti ada yang salah, system telah memudurkan harapakanku, berbagai pertanyaan bergumul dalam benakku, apakah karena aku anak sekolah agama, maka tidak pantas meiliki nilai tinggi?, atau karena aku bukan bukan orang asli Talang Babungo, aku anak pesisir yang merantau?, aku protes, Aku tak terima kecurangan ini.

Perkiraanku meleset jauh tentu saja tidak aku saja yang kecewa, banyak pihak yang kemudian merasa kecewa, terutama guru-guruku, bukankah selama ini prestasi dikelas tak pernah turun, bahkan cendrung konstan, kenapa hasilnya jadi begini, apa yang salah, dan berbagai pertanyaan bernada kecewa seolah tak percaya, introspeksi diri yang mubazir.

Sesuatu yang telah kurencanakan, Sekolah di SMA lengayang Kambang, jadi sia sia, ketika daftar list penerimaan siswa baru, namaku, tertindih garis merah, aku berada pada posisi jauh bahkan nyaris paling buncit dari daftar yang tidak diterima, aku sudah menduga, bahkan Agus teman kecilku dengan bangga menyabet NEM 48 lebih, tentu jauh meninggalkan NEM ku yang hanya 32 skala 60, lebih rendah dari NEM SD, pada skala 50 angka 33.

Satu satunya adalah kembali masuk rayon di SMA Alahan Panjang, bukan aku tidak mau, tetapi aku rindu kampung dan ingin menyelesaikan SMA ku di Kambang, tentu akan ada cerita tentang yang berbeda antara Alahan Panajng dngan Kambang, cerita tentang keremajaan, dan menikmati masa muda, masa yang bergelora dan membara.

Bukan berarti dingin alahan Panjang membuatku gemetar dan gentar, tidak. Tampaknya nasib sudah menentukan garis lain tentang hidup, ada rahasia yang tak dapat kusingkap, rahasian penuh tabir, Tuhan tengah mempersiapkan sesuatu.

Justru danau diatas, tempat bermula aku tahu bahwa hidup sulit ditebak, hari hari yang indah, teman baru, guru guru yang berkarakter baru, berbagai corak dan kelakuan sahabatku, membuatku betah dibalut dingin.

Zulkifli salah seorang yang sangat menonjol, parasnya mengingatkanku pada Thaksin Sinawarta, Mantan orang penting negeri gajah Thailand, dahinya lebar, matanya yang jenaka, bibir dan giginya yang tertata, dan yang paling tentu otaknya yang cemerlang, berbakat.
Kifli, begitu kawan kawan menyebutnya, dia terlalu sering mnyelesaikan tugas-tugas kelas untuk pedoman bagi rekan rekan, dia sering menjadi tutor dan guru kami, dia yang menyejukkan, membawa kami dalam kesukaan, bahwa matematika itu menyenangkan, bahwa bahasa Inggris itu. bukan untuk dijauhi, Anak Sungai Nanam yang jenius dan jenaka, Dia sudah tahu sebelum murid yang lain tahu, dia sudah paham sebelum yang lain mengerti apa-apa, bahkan ketahuannya bukan sok tahu dan dibuat-buat, dia sering masuk pada substansi masalah, ketika yang lain masih mematut-matut diri dalam kitaktahuan.

Lain lagi ulah Si Andri anak Kades Alahan Panjang, yang lebih banyak bolosnya dibanding mengisi absensi, kami semua jadi menegerti, bahwa teman yang pintar haarus diberi penghargaan, dan yang bandel ya diberi pengertian, buku ketiga yang ku berikan kepada orang yang paling membuatku terkesan setelah Fitra Eldi.

Maka, danau kembar terimalah aku sebagai anak yang terbiasa dengan deburan ombak pantai, kini kunikmati riak membuih danau diatas, danau yang membuat imajiku liar dan bergerak, andai aku masih di Talang Babungo, maka aku akan bawa Citra Kasmili, kesisi, bersembunyi dibalik ilalang, membawa ruh dan separuh nafas terbang keangkasa hingga melam menjelang.

Danau Kembar, tugu putra tentu akan menjadi saksi betapu aku merindukan saat saat indah seperti itu, aku baru tahu dibalik keindahan itu aku menyesal meninggalkanmu dalam masa yang terlalu singkat.

Aku baru saadar bahwa Buk Rini Rusrarani sangat cantik, bibirnya indah dan menggerakkan rasa ingin tahuku akan sensasi seorang wanita, aku merasa berdosa jika kemudian membayangkan ‘lekuk-lekuh’ bodi sintal guruku itu adalah sesuatu yang salah, tetapi perasaanku tak berdusta, didarahku tengah mengalir rasa lain, dan rasa itukah yang dinamakan pubertas?.

Maafkan aku Buk Rini, aku menghianati ketulusanmu sebagai seorang ‘guru’ ketika matamu menatap dengan kasih, aku memandangmu dengan birahi, ketika nafasmu menyentuh hidungku memberi ‘harapan’ tentang masa depan aku lebih banyak menghayalkan ‘sesuatu’ yang membuat kelelakianku bangkit, duh, I am Sorrry, madam.

Aku dan Andri adalah murid langganan yang selalu menjadi perhatian Buk Rini, sebagai guru BP sekaligus wali kelas kami, Buk rini berkepetingan memperhatikan secara tuntas ‘seluk-beluk’ kami, anak-anak didiknya, jika terjadi perubahan sedikit saja, biasabya Buk Rini akan langsung ‘protes’ mengapa begini dan begitu, tetapi Aku dan Andri bersepakat untuk ‘bikin’ ulah sehingga akan selalu jadi perhatian Buk Rini yang cantik dan rupawan itu, kesepakatan itu aku buat dengan Andri, di Kedai pojok sekolah, biasanya pada jam-jam pelajran tertentu kami akan bolos dan dikedai itulah basecamp kami.

Pelajaran yang menjadi sasaran dan target bolos biasanya yang diasuh oleh guru-guru yang menurut kami membosankan lagian kalau tidak begitu, Pasti Buk rini mengganggap kami biasa-biasa saja, sayangkan kalau melewatkan perhatian Buk Rini yang menyenangkan itu, kendati kami sering di’doktrin’ tetapi sekatapun ucapannya tak pernah menyakiti dan menyinggung, guru yang betul betul memahami cara mendekati siswa, patut diapresiasi.
“ kemarin kalian kemana, kok tidak masuk’ buk Rini memelototi kami, matanya besar dan indah, hidungnya bengir, darahku tersirap, jantungku berdegup, “ Wendi, jangan gitu dong, kami gak bisa seenaknnya ninggalin pelajaran, kalau ada masalah tolong kasih tau, Ibuk” matanya makin tajam mengulitiku, sesekali kuberanikan menatap bola matanya, pandangan ku beradu, dia surut akupun menunduk, “ Andri, kamu juga, please dong, jangan sia-siain pelajaranmu, Ibu tahu kalian dongkol sama orangnya tapi jangan sama pelajarannya, ya” Tangan Buk Rini memelintir pena yang ada ditanggannya, “ya Udah, sekarang kalian masuk, gih” Buk Rini mengusir kami, aku dan Andri dengan lunglai meninggalkan ruangan Buk Rini, kukira ceramah kali kali ini agak singkat dan terlalu cepat sehimngga Aku dan Andri gak besa berlama-lama meinkmati wanginya aroma Buk Rini, kurang ajar.

Aku dan Andri tidak bermaksud kurang ajar jika kemudian sesnsasi Buk Rini membuat kami binal dan gaduh, gaduh pada diri sendiri, dalam diri yang sedang berubah, salahkah?, tentu tidak, karena seperti yang kubilang tadi, bahwa masa atau fase pubertas adalah fase liar dan menantang, siapapun bisa jadi objek fantasi, bisa teman sebaya, bisa oaring terkenal, bisa guru, dan apa saja, sesuatu yang ‘biasa’ saja dan menjadi ‘luar biasa’ jika ditilik dari aspek yang berbeda, maka kesimpulnnyapun akan berbeda pula.

Soal Buk Rini, memang cerita lain kualitas hubungan ‘siswa versus murid’ sayang Buk Rini kepada Andri dan Aku dan sebaliknya sayang, kami pada Buk Rini bergerak jauh meninggalkan sekat-sekat hubungan status formal, Buk Rini ‘mencintai’ kami sebagai murid atau adakah rasa lain yang membuat buk Rini memperlakukan kami agak “ekstra’ mencurahkan perhatian dan pengawasan, atau kami saja yang mengartikan ‘salah’ hubungan siswa dan murid dalam kontek ‘kasih sayang’, dan menjurus pada hubungan terlarang.

Perasaan yang terus menggeliat, antara aku dan Andri diam-diam terbangun rivalitas, bukankah kami dua sohib yang senasib dan sepenanggungan, jika Aku bolos Andripun akan bolos, jika aku di Kedai Pojok Andripun aka nada disana, aku dan Andri bak dua sisi mata uang, saling melengkapi. Tapi jika dalam diri Andri juga terbangun ‘rasa’ yang sama, maka bisa jadi persahabatan kami akan retak?, Aku harus ‘mengisai’ hati Si Andri, kalau memang dia kadung ‘cinta berat’ maka aku harus bersiap untuk mundur, tapi gimana mengukurnya, jangan-jangan malah justru perasaan aku yang lebih besar dan kuat.

Persoalan ini harus segera dikelarkan agar tidak menjadi duri dalam daging hubungan kami, ’perasan kurang ajar’ kami ini harus segera ada titik terang, hitam dan putih, kalau tidak berbahaya, dan akan menimbulkan bencana, banyak sekali galau yang menghadang, akan menjadi duri dalam daging, akan menjadi ‘tungau dalam selimut’ harus segera dibasmi.
“Hei, Coy, aku mau Tanya nih, jangan tersinggung ya, nih serius nih” aku berusaha tegar dan serius, seluruh mimic seriuskan terpancar dan parasku berubah tegang, Andri terhelak dan mendorong lenganku, “ Kamu, kenapa Wen, sepertinya serius, ada apa rupanya” tawanya makain berderai, aku serba salah, nyaliku ciut, ada bisikan agar aku tak usah mengutarakannya sekrang, terlalu cepat. “ Soal Buk Rini” aku memberanikan diri, membuka buhul, perasanku plong, setidaknya aku berhasil melewati rintangan berat, dan beban itu menjadi berkurang. “ Buk Rini, beliau kasih soal apa” Andri balik bertanya, “ O, Pasti Buk Rini kasih PR lagi nih, soal Matematika, kan” Andri menelisik, Duh, Andri pasti salah paham lagi, bukan soal itu, bukan soal Matematika, tapi soal Buk Rini, yang kita cintai, kataku membathim, “ Ya, soal Matematika Buk Rini” ucapkku berdusta, seperti biasa kalau soal Matematika itu Andri pasti punya solusi, dan solusinya dapat ditebak “ Jangan cemas, nanti malam kita kerumah Buk Rini” dia menjelaskan rencana solusinya, makin jauh panggang dari Api.

Buk Rini membukakan kami pintu, sosok yang membuat kami mabuk kepayang, terpampang, sejenak aku terkasima, Buk Rini makin cantik dan aduhai, ramburnya yang ikal masih basah, sepertinya Buk Rini baru saja selesai mandi dan rambutnya belum sempurna kering, baunya wangi, senyumnnya merekah. dan mempersilahkan kami masuk.

“Yuk, Masuk, silahkan gak usah grogi” Buk Rini menggoda perasaan kami, ‘gak usah grogi’ jelas grogi, yang pasti Aku merasa perasaan ini sudah tidak karuan, perasaan seorang kekasih yang sudah lama merindu, kulirik Andri, mulai kasak-kusuk, atas nama cinta pasti gorgi.

Sepanjang penjelasan dan uraian PR yang diberikan Buk Rini, sepanjang itu pula pikiran nakalku bergerak liar, dari ujung rambut hingga ujung kaki Buk Rini tak luput dari lirikanku, kendati curi-curi, aku yakin Andripun melakukan hal yang sama, perbuatan culas dan terlarang.
“An, dan Kamu, Wen, Ibu sayang sama kalian, untuk itu jangan sia-siakan sayang Ibuk ya, Kalian harapan Ibu, Ibuk Mohon kalian yang rajin ya“ kata-kata Buk Rini membuat kami tersedak, kata-kata yang lama kami nanti, ucapak yang keluar dari bibir Buk Rini, Aku tak dapat berkata-kata, lidahku kelu, Andri pun sepertinya merasakan hal yang sama, kami hanya tercenung.
“ Minggu Depan, Ibu mungkin tak berada disini lagi, Ibu dipindahtugaskan ke Bangka, kampung Asal Ibuk, maka, ingatlah pesan Ibuk,” tentu saja bak petir menyambar disiang bolong statemen terakhir Buk Rini membuat kami tak percaya, “ Ibu, akan pindah” aku menginginkan kepastian, dan Andri menggangguk minta kepastian. Seulas senyum Buk Rini makain menyakinkan beliau benar-benar akan meninggalkan kami.
“ Ibu tahu perasaan kalian, apa yang kalian rasakan berdua juga sedang Ibu rasakan, Ibu mencintai kalian, dan Ibu tahu cinta kalian pada Ibu,”Buk Rini terdiam “ Maka sengaja Ibu sampaikan ini pada Kalian, agar diantara kita tidak ada yang lari dari komitmen” Buk Rini makin sendu, Kami seoalh tidak percaya apa yang barusan disampaikan Buk Rini, tentang ‘ perasaan yang sama ‘ itu.
“Aku mencintai Ibuk” Andri membuka Pandora harinya
“Aku menyayangi Ibuk” Aku tak kalah dari Andri, jangan samapi terlambat.
“Terimakasih anak-anak, I Love you to” Buk Rini berbinar, “ Cinta sayang tulus dari kalian, menjadi modal bagi Ibuk bekerja lebih giat ditempat yang baru, Thanks, ya” Buk Rini mendekat, sebuah kecupan hangat mendarat dikeningku, aku terkasiap, darahku berdesir, Andri pun dapat bagian yang sama dan ditempat yang sama, sebuah peristiwa dramatis dan romantis, akhirnya beberapa tahun kemudian baru kumaknai bahwa ‘ciuman’ itu berarti bahwa kasih sayang seorang guru pada murid yang tak padam sepanjang masa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar