Kamis, 22 Januari 2009

SEPEDA MINI DAN KUDA BEBAN

BAB 8

Akibat jalan yang becek dan berlubang, Oto Si Sariak seringkali terpaksa “istirahat” dan bermalam dalam kubangan, hingga ada pertolongan pertama untuk as yang patah, ban kempes, atau mesin tidak berfungsi, mati mendadak seperti orang kena serangan jantung, tiba-tiba diam, dan tidak bergerak.

Oto Aneh yang sesekali waktu mencoba menerobos ketangguhan sirkuit Talang Babungo -Alahan Panjang, yang terkesan angker dan membuat nyali mengerucut,

Dan sariak adalah satu satunya sopir yang memiliki nyali sempurna, dia lelaki berselera pantang meyerah, bagi yang dapat menaklukkan jalan berbatu cadang, liat dan licin serta mampu menempuh dalam waktu yang relatif bagus maka yang jika dapat ditaklukkan dalam wamtu yang pas, maka sebuah piala penghargaan sebagai crosser alam terbuka atau sallon test wajar diberikan,

Tetapi hari ini adalah hari yang sial, Oto Si Sariak meraung raung, roda-rodanya yang kokoh berputar putar tampa ampun, seakan berlari dikejar hantu, terasa berat, dan emosional.

Bukan Si Sariak namanya jika persoalan seperti ini tak dapat diatasi, karena sebagai sopir berjam terbang dan pengalaman penuh, medan sepeerti ini adalah makan hariannya, jika rute Alahan Panjang- Talang Babungo lebih lembut, rute ini terkenal garang dan ganas, tidak ada ampun salah kendali disisi kanan dan kiri ngarai menganga siap menerkam, bisa bisa jatuh senin, kamis baru sampai dibawah ditepi aliran Batang Gumanti, tentu kalau singgahpula di batang pohon.hari kamis subuh baru jatuh benaran.

“ Mudah-mudahan ada diantara salah seorang murid ayah atau ibu yang nantinya yang jadi Bupati atau Gubernur, sehingga infrastruktur jalan ini dibangun,” ujar ayah.
Memang keterisoliran paling dominan disebabkan sarana parasana jalan yang tidak kunjung dibenahi, sehingga kalaupun produktivitas sawah ladang atau rimba tersedia tetapi tampa didukung sektor ini sama saja dengan membunuh kaum pinggiran dan mereka mati penasaran dalam keterisolasian.

Manakala negara belum mampu memberikan berbagai fasilitas dasar dimaksud maka negara juga harus bertanggungjawab terhadap perbagai ekses yang timbul, salah satunya keterbelakangan, kebodohan.

Justru pada saat inilah sebuah keputusan luar biasa diperoleh ibu, mengabdi didaerah kaya, kaya alamnya, kaya sopan santun dan etika serta kaya akan kermahtamaan ciri khas, orang terkungkung.

Si Sariak sebagai pelaku bisnis transportasi tentu disatu sisi bagaimana mempertahankan usaha trasnportasinya agar tetap bertahan, atau disisi lain juga menginginkan beruabahn pada infrastruktur terutama jalan, jika kemungkinan pertama, maka usaha mobil aneh Si Saraik akan tetap survive, dan mobil aneh tetap menyanyi sepanjang hari, kalau jalan sudah dibenahi pun akan terjadi berbagai kemungkinan, bagi si Sariak menjadi dilematis sekali, jalan buruk susah, kalaupun mulus si Besi aneh akan masuk mesium menjadi kenanagan terindah.

Justru sebagai seorang guru, Ibu harus dituntut selalau melaksanakan segenap tugas dengan penuh tanggungjawab, korupsi waktu tentu menjadi lawan pertama dan penuh tantangan, jika kalah, moralitas pendidkan dipertaruhkan, tentu saja persoalan sarana transportasi menjadi salah satu prioritas, ibu tentu tidak mungkin pula saban waktu mempergunakan oto aneh Si Saariak, disamping berat diongkos, tidak efisien waktu dan tingkat keselatan yang rendah.

Sebuah sepeda mini, merek Sanky menjadi pilihan Ibu, posturnya yang cantik, sporti, elegan, anggun, dan sesuai dengan karakter wanita, sebuah kernjang dibagian depan dan boncengan yang kukuh, tentu ibu tidak salah memilih.

Saban waktu sepeda itu berpacu, menerobos pagi yang masih beku, ibu kayuh sepeda tampa menoleh kebekang, ketika kami lelap dalam tidur, aku masih merasakan hangat belaian tangganya, setiap akan berangkat, tanggannya mengusap kami satu persatu, sebuah getaran hebat menggangu sukma, Ibu seolah berkata “ ibu berangkat lelaplah kalian dalam damai, demi sebuah pengabdian, ibu akan pergi, nak”.

Sesekali aku sempat juga mengatarkan ibu kehalaman, sampai ibu benar benar hilangan dari pandanganku, ada perasaan banggga, ternyata ibu bukanlah seorang wanita yang lemah dan mudah patah, ibu bagiku seorang pejuang, ya pejuang bagi masyakat jauh, jauh di sariak Alahan Tigo, ibu layak mendapatkan gelar, lebih dari sekedar pahlawan tampa tanda jasa, gelar itu kelak akan ku sematkan, di sanubari ibu, didalam sebuah keinginannya yang besar untuk memberikan didikan dan ajaran tentang hidup.

Ibu memilih cari yang tidak biasa, berangkat pagi selepas subuh, ketika orang orang masih mencintai selimut, dan kembali disaat para gadis kampung selesai bersolek dan tegak diberanda beranda kalaua kalau ada pemuda yang terpesona, sebuah rutinitas yang dinamis, energik, patriotik dan syaratnya pasti iklas.

Tak jarang dalam perjalanan yang jauh itu, ibu bertemu dengan berbagai hambatan dan tantangan, bintang buas, babi, kera, ular, orang gila, tebing yang runtuh, longsor, hujan lebat, kabut tebal, atau bunyian yang aneh dan tidak pernah beliau dengan sebelumnya, lolongan, gteriakan, bunyi berdetak patah, mendesis, dan petir halilintar,.

Surutkah nyali ibu, ternyata ibu memahami hakikat tentang hidup dan mahakasih Tuhan, sebuah perjalanan yang sesunggunya sudah diatur, ada satelit mata mata milik tuhan yang mengawasi perjalanan ibu, setelit itu milik Allah dan semua manusia memilikinya, tentu saja ada yang on dan ada yang off .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar