Kamis, 15 Januari 2009

HUTAN DAN HUTANG

Permasalahan pokok bangsa ini hanya berkisar pada dua titik, satu Hutan dan kedua Hutang. kedua permasalahan itu menjadi duri dalam daging bagi pasang surut eksistensi bangsa di mata dunia internasional, saking dianggap pentingnya kedua aspek itu sehingga dalam berbagai kesempatan persoalan itu selalu mengemuka.

Sebagai negara yang berada pada posisi yang amat strategis, keberadaan hutan Indonesia senantiasa menjadi fokus, terutama untuk menjaga kestabilan dan ketersedian oksigen bagi kelangsungan hidup, tidak saja bagi komsumsi masyarakat Indonesia tetapi juga menjadi sumber kehidupan negara negara tetangga, regional bahkan Internasional, pantas saja kemudian persoalan hutan menjadi sorotan dunia, bahkan negara kita selalu dianggap lalai dalam persoalan hutan ini.

Salah satunya adalah masalah illegal logging, sampai saat ini pemerintah belum mampu memberantasnya secara menyeluruh dan komprehensif, kalaupun kebijakan kehutanan akhir akhir ini telah dengan intensif melakukan upaya ”mengawasi” hutan dengan lebih ketat dan serius, tetapi apa yang dilakukan pemerintah dianggap sudah terlambat, sementara kerusakan hutan sudah sedemikian parah dan mencemaskan. bahkan berdasarkaan laporan dari LSM atau NGO yang konsen terhadap persoalan hutan kerusakan hutan Indonesia sudah sangat luar biasa, dan pemerintah dianggap gagal menangani persoalan kehutanan, penebangan liar, pembukaan hutan untuk keperluan konersi lahan, dan membabi butanya kebijakan kehutanan sesungguhnya menjadi salah satu mengapa sampai hari ini hutan kita masih terus ditebang dan dirusak.

Disatu sisi kebijakan kehutanan yang tumpang tindih, dan tidak samanya persepsi pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengakibatkan dualisme kebijakan, disatu sisi pemerintah pusat memberlakukan efesiensi dan kontrol yang ketat terhadap berbagai izin dan pemenfaatan hutan, sementara disisi lain pemerintah daerah melakukan upaya besar besaran dalam pembukaan hutan untuk berbagai keperluan pembangunan, dan dengan berbagai upaya dan lobi maka kemudian lahir kasus kasus kehutanan, seperti kasus Bintan dan Bagan siapi api, belum lagi kasus pembukaan lahan perkebunana yang tidak terkontrol di Kalimantan dan Papua. sehingga kekayaan Hayati Hutan menjadi rentan dan tergerus, tentu saja mengagagu keseimbangan alam terutama daya tahan hutan dalam melakukan fungsinya.

Sementara itu persoalan hutan yang masih membelenggu, tidak disertai solusi yang jelas dan teggas dari pemerintah, persoalan pemerintah daerah tentu menjadi lain, karena kepentingan daerah dalam menggarap potensi daerah dalam meuju kemndirian dan keotonomian, salah satunya adalah pemanfaatan hutan untuk berbagai kepentingan dimaksud, perlu ada aturan yang jelas dan tegas, artinya pemerintahpun harus memberikan kontribusi sesuai dengan kontribusi hutan yang dipunyai daerah.

Sebagai salah satu contoh, Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Kabupaten yang sebagaian besar daerahnya Hutan Lindung, sehingga ketika ada rencana pembukaan jalan baru Kambang Muara Labuh, pemerintah pusat keberatan dengan alasan jalan yang menghubungkan dua kabupaten itu, melintasi dan membelah kawasan hutan lindung TNKS, dan jalur 60 kilometer yang akan menghubungkan keterisoliran kedua daerah akan membawa masalah serius bagi eksistensi hutan lindung dimaksud dikemudian hari.

Sehingga sampai saat ini keinginan besar kedua wilayah untuk melakukan pembukaan jalan masih belum dapat izin dari pemerintah, jika kita cermati, bagaimana pemerintah pusat melihat persoalan kehutanan dalam kerangka yang sempit dan tidak konprehensif, bukankah keberadaan jalan kambang Muara Labuh merupakan salah satu akses membuka keterisoliran kedua daerah, jika akses ini dibuka akan ada banyak aktiitas dan geliat ekonomi, dan tentu saja akan ada peningkatan perekonomian kedua wilayah, kerena itu, sampai saat ini kedua daerah masih bergelut dengan persoalan kemiskinan salah satunya pemerintah pusat tidak merespon dengan serius keinginan pemerintah daerah.

Jika alasannya adalah jika jalan itu dibuka maka akan banyak kerusakan hutan dan ini tentu akan memperburuk citra pemerintah, tentu saja ada benarnya tetapi jika pemerintah serius, maka tidak ada persoalan sebenarnya, pembukaan jalan tidak akan berdampak terhadap pembukaan lahan, karena beberapa contoh ruas jalan yang membelah hutan lindung, sebut saja jalan lintas barat Sumatera, dilampung, Jalan Lintas Timur dan Jalas Lintas Tengah, sebagai jalan memberlah hutan lindung, tetapi tidak ada pemukiman penduduk disepanjang hutang lindung, ini menandakan masyarakat tentu akan menahan diri, sepanjang pengawasan dilakukan dengan sungguh sungguh, tidak ada persoaalan.

Kemudian Hutang, setelah negara kita lepas dari jeratan Hutang IMF, persoalan hutang sebenarnya belum berhenti, terlebih akibat krisis global, sebagai negara yang memang selalu membutuhkan hutang untuk menutupi devisit APBN setiap tahun, posisi kita memang serba sulit, jika disangkutkan dengan kemandirian bangsa.

Hutang amat berkaitan erat dengan posisi tawar bangsa dimata dunia, sehingga jika kita tidak hati hati, maka persoalan hutang memang akan jadi bumerang bagi askistensi bangsa disatu sisi dan pelaksaan roda pemerntahn disisi lainya. Andai saja kekayaan dan potensi SDA kita sejak lama dapat kita kelola dan tidak dikuasai asing, maka sudah arang tentu hutang kita tidak akan menumpuk seperti sekarang, karena kesalahan manajemen negara, maka sumber sumber potensial digarap pihka asing dan sebagai pewaris kekayaan bangsa ini hanya mendapat konsesi pajak yang sangat kecil, sedikit sekali dan sangat tidak adil.

Maka kemudian banyak pihak menyaayangkan pemerintah yang tidak berdaya pada kontrak atau perjanjian internasioal atau konsorsium yang cendrung merugikan pemerintah dan rakyat. Sebut saja Pembagian yang tidak adil dan seimbang, jika kita merujuk pada mengapa Presiden Soekarno, begitu hati hati dalam hal mengadaikan potensi alam, salah satu dasar pemikirannya adalah, bahwa biarkan putra putri Indonesia menguasai IPTEK diberbagai bidang dulu baru kemudain membuka diri, tetapi sayang keinginan itu tidak tercapai. dan pada masa Orde Baru terjadi ekspolitasi besar besaran terhadap SDA dan itu dilakukan pihak asing atau peruisahaan asing.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar