Kamis, 22 Januari 2009

BUK SITI HAJIR, BELALANG, DAN P4

BAB 15

Ruang sekolah terasa lebih ramai, semua murid sibuk mempertontonkan ’hasil’ karya masing-masing, seorang guru berparas keras sembari membolak balik buku teks matematika, dan suaranya yang keras dan berat memecah sunyi.

Buk Hajir, beliau adalah guru matematika kelasku, spesialis beliau memang pelajaran Aljabar itu, namun beliau juga mengajarkan pelajaran lain, maklum keterbatasan tenaga pengajar di sekolahku, memaksa satu guru memegang beberapa bidang studi, sehingga tidak jarang, dari pagi hingga jam pulang datang, ya yang berdiri didepan tetap Buk Hajir, kendati begitu Buk Hajir disamping itu beliau sangat teliti dan sangat disiplin.

Pelajaran matematika adalah salah satu pelajaran yang membuat minat belajarku tidak berkembang, bahkan boleh dikata Matematika menjadi salah satu momok yang terkadang menjadi hantu, apalagi Buk Hajir menerapkan aturan tang sedikit ketat dan berat.

Bagiku ini adalah kali pertama aku duduk dibangku SD No 5 Tebing Tinggi, SD satu satunya dikampungku, ruang kelas empat, karena kelas berjejer memanjang jalan maka dengan mudah menghitungnya jika dimaulai dari ujung, tetapi karena bangunan sekolah berbentuk leter U maka, kelas satu dimulai dari belakang, dan antara ruang kelas kelas empat ada ruang majlis guru, ruang kelas memang tidak berurutan meloncat loncat seperti deret ukur.

Ruang kelas satu dan kelas empat memang sengaja dekat dengan ruang majlis guru maksudnya agar mudah dikontrol, kelas satu dan kelas empat hampir bertabiat sama, sama sama gaduh, dan makanya Wan Darwis sang Kepala Sekolah terpaksa menerapkan strategi seperti ini, kalau tidak sekolah bisa pecah.

Aku menjadi murid baru, dan Buk Hajir mengetes kemampuan matematikaku, aku gelagapan ketika ditanya soalan PR dan jelas aku tidak mampu, dan akhirnya Buk Hajir menyadari bahwa aku baru kali pertama mengikuti materi pelajaran beliau, tentu saja jika ada pelajaran kelas yang sama maka matematika kelas lamu masih jauh, disini sudah agak maju, Bentakan halus dari Buk Hajir menyadarkanku bahwa mulai hari ini aku harus berusaha menguasai materi yang beliau ajarkan sebelumnnya.

Matematika menjemukan habis, tetapi pelajaran biologi menyusul dan juga menjemukanku, tapi kadarnya lebih sedikit dibanding matemtika, sepertinya aku tidak siap dengan hal-hal yang berhubungan dengan eksakta, terasa kaku, dan tentu saja menjemukan.

Bagiku, kali ini Buk Hajir menciracau masalah hewan sawah, dan masing masing kami disuruh meyebutkan hewan hewan sawah sebanyak mungkin, pokoknya hewan apa saja yang ada dalam sawah dan bermukim disawah boleh jadi referensi, siapa yang dapat menyebutkan paling banyak akan mendapat ponten bagus dan akan menjadi pertimbangan nilai rapor semesteran.

Temanku Agus, mengacung tangan menunjuk langit langit, dia mulai menyebutkan satu persatu hewan yang berdomisili disawah,
” satu katak, dua belut, tiga kerbau, empat sapi, lima ikan puyu, enam lintah, tujuh bangau, delapan tungau, sembilan hewan yang menyebabkan panau” untuk sementara kelas pecah, Agus sangat benci pada hewan yang menyebab panau, berasalan sekali karena tempelan putih, seperti peta menghiasi sebagai tubuh Agus termasuk juga wajah, sehingga kelas menjadi gaduh dan liar. Buk agaknya sudah mulai lupa cara tertawa, beliau seperti biasa tetap dingin dan beku.

Dan semua dapat giliran semua binantang yang berdiam disawah boleh disebutkan termasuk yang sudah diseut teman terdahulu, ada yang menyebutkan 6, 7 sampai terbanyak 18 hewan, saking kelewat banyak, kerbau dan anak kerbau jadi dua, sapi dan anak sapi juga berbeda nomor urut, bahkan kedua orang tuanya masuk juga kedalam daftar hewan yang bermukim disawah, edan, durhaka.

Dan tugas selanjutnya menemukan hewan-hewan yang sudah disebutkan tadi dan minggu depan dikumpulkan, hah???. Banyak yang protes tetapi buk Hajir telah menyelinap lewat pintu belakang kelas, dan pintu itu menjadi salah satu akses keluar masuk majlis guru termasuk Wan Darwis.

Sepertinya doktrin P4 tidak mempan untuk menyelesaikan kelakuan kawan-kawan itu, mengapa mereka jadi dungu seperti itu, atau karena mereka sudah bosan melihat rutinitas orang tua yang saban waktu membakar punggung, toh sawah tidak terlalu menjanjikan apa-apa, apalagi belakangan hama tikus dan wereng merajalela, sehingga orang tua Alin harus masuk kedalam daftar nomor urut buncit binatang yang bermukim disawah!.

Tentu tugas mencari belalang dan kawan-kawan merupakan tugas yang tidak terlalu berat, tetapi yang berat terasa apabila binatang binatang ini menjadi salah satu rantai makanan dalam ekosistem sawah dan tentu saja ini akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan, kalau saja 40 orang murid kelas 4 masing masing menagkap 10 jenis saja binatang sawah maka 400 ekor habitas musnah.

Tibalah saat yang mendebarkan tiap murid harus memperlihatkan binatang-bintanag sawah, bagi yang tidak tentu hukumannya adalah berdiri didepan kelas, satu kaki dilipat, tegak bebek. Jika itu yang terjadi tegak itik adalah momen yang paling memalukan, ditonton, ditertawakan tentu saja dimarahi.

” ini contoh yang tidak perlu kalian teladani, apalagi ditiru, digugu, tabiat yang tidak mencirikan anak sekolah yang mau belajar, tidak ingin terdidik, yang tidak mau jadi orang, ..”
Agus dapat giliran mempertontonkan hawan sawahnya, dia membawa sekarung hewan sawah dari berbagai jenis, ada katak, biawak, lintah, lele, mujair, belalang, wereng yang sering memusnahkan harapan bapak ibunya, siput sawah, keong, berbagai jenis capung, suku kupu kupu yang berupa rupa hingga ulat dan kepompong, tidak ketinggalan burung lengkap dengan sarang burung dengan anakburung yang mencicit, luar biasa Agus paling jempolan.
” Ada lagi Agus” pinta Bu Hajir dengan nada puas, karena Agus memeberikan dedikasi yang luar biasa sehingga wajar jika paras Bu Hajir sumringah.
” Masih Bu”
” Mana”

Agus Menoleh Kebelakang Kelas, menyibakkan gorden yang lusuh dan kumuh, anak-anak sering menggunakan sebagai pel, Buk Hajir terbelalak dan murid yang lain terkekeh dan bersorak, luar biasa ternyata Agus juga mebawa Kerbau Kesayangannya, kerbau yang selalu menemani hari harinya, selepas sekolah dan dengan kerbau inilah segala sesuatu yang berhubungan dengan tatalaksana pertanian dan cocok tanam disawah diambil alih dan dilaksanakan dengan patuh oleh hewan ini.

Tentu saja tindakan Agus menjadi susasan menjadi berisik, gadung dan mengelegar, Buk Hajir pun tersenyum, sepertinya beliau ingin tertawa lebar, tapi tidak dilakukan karena akan menurunkan kredibilitas beliau dimata murid, dengan bibir sedikit terangkat beliau menyudahi kelas biologi hari ini, suasa pikuk dan hiruk kembali menjalar.

Temanku berbisik ini kali pertama mereka melihat Buk Hajir tersenyum, belum tertawa sobat!.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar