Kamis, 22 Januari 2009

MENGAYUH NASIB KE MUARA SARIAK


BAB 7

Subuh sekali kami telah berkemas, dingin menggigit, kulihat ayah dan ibu sudah melipat wajahnya.

Ayek Aki jauh jauh datang dari Kambang, membawa sekeranjang cerita dan harapan, betapa besar rasa saying yang beliau perlihatkan kepada Ibu, seperti pertama kali kami menginjakkan kaki di tanaah berawa Rimbo Takapuang, Yek Aki adalah inspirator bagi kami terutama ibu.

Diantara etek-etekku, Ibu memang diberi fasilitas khusus untuk sekolah, jika 6 orang etek etekku paling jauh hingga sekolah kecamatan tapi Ibu, oleh Yek Aki diberi kesempatan dan fasilitas lebih, sekolah di Padang,

Sebuah kesempatan yang langka, ketika belum banyak orang yang mampu menyekolahkan anaknya jauh dari ketiak emak dan bapaknya, Ayek aki dengan Haqqul Yakin memberikan kesempatan kepada Ibu menuntut Ilmu di Kota Impian, kota yang banya diperbincangkan, Padang Kota tercinta.

Kesempatan itu tentu menjadi kebanggaan bagi Ibu, tentu saja Yek Aki memberikan semacam “kontrak” agar bersungguh-sungguh, tidak melupakan kodrat dan melupakan budaya yang selama ini sudah mendarah daging, di doktrinkan ke sanubari setiap akan yang akan merantau, Pandai pandailah di rantau, karena Karatau madang dihulu babuah babungo balun marantau anak gadih dahulu di kampong paguno balu”

Kendati sudah agak terlambat, ibu diterima sebagai Guru PNS di salah satu Sekolah dasar (SD) di kenagarian Sariak Alahan Tigo, sebuah buah jerih payah tidak saja ibu tetapi Yek Aki yang berharap, karena ibu pulalhlah satu satunya anak beliau yang makan gaji pemerintah, selebihnya, istilah beliau 'hampo'.

Hari ini adalah saat pengguntingan pita atau teriakan star, pertama kami bersama sama melepas ibu ke medan tugas di sebuah tempat yang sulit kami bayangkan sebelumnnya, Talang Babungo bukanlah tempat terakhir aliran sungai lembanh Gumanti, disepanjang aliran sungai sampai jauh ke Muara Jambi sana, ada nagari nagari yang butuh sentuhan, nagari nagari yang tersuruk dibalik rimba, yang sulit diakses dan saban hari disungkup rutinitas dan berakhir dalam dunia tempurung.

Sariak Alahan Tigo, SD tempat ibu bertugas persis bertengger dipinggang gunung, jika sekelilingnya hutan lebat dan dikelilingi gunung, menghambat pandangan mata, dibawah mengalir air batang gumanti, yang kelem tapi deras, berbunyi dalam sunyi dan itulah satu satunya simponi alam yang dihadirkan sang pencipta.

Selebihnya diam, termasuk jalan yang meliuk liuk, persis didepan SD sebuah persimbangan, jika jalan diurai belok kekiri, maka kita akan sempai di Pasar Sariak Diateh, berhulu di Nagari Talok, dengan medan yang menanjak dan jurang yang menganga.

Jika jalan Talang Babung0 – Sariak Alahan Tigo terus tampa berbelok kemanapun maka negeri ujung adalah Sungai Abu.

SD itu, masih meninggalkan kenangan tentang keasrian sebuah sekolah Inpres, dan ini amat jelas dari sisa bangunan yang masih terlihat kokoh, kendati disana sini memnag butuh perawatan, tetapi kesannya yang tersimpul masih layak dijadikan sebagai tempat sekolah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar