Kamis, 22 Januari 2009

MERI DAN TERIMA KASIH CINTA

BAB 20

Siang yang membuat hatiku renyah, seorang lelaki renta tampa sengaja kusapa, bukan dengan sebuah kekaguman, sapa biasa saja, tanpa ekspresi dan intonasi, semuanya mengalir tampa ada riak dan kekaguman.

”Anak Muda, ada oleh-oleh untuk mu, untuk keinginanku, berkaryalah dari ladang kesusateraan” sebuah buku lusuh disodorkannya, kugapai tampa sebuah kekaguman apapun, bukankah lelaki itu sang pengarang buku yang ada dalam genggamanku, selintas kueja nama Soetan Boerhan Zainal sama dengan tulisan yang terukir di atas daun pintu rumahnya, kendati agak kesudut tulisannya mencolok, dan agak kebagian tengah, tertulis, ” Gadis Tanah Tepian, Akan Akoe toenggoe dikau di oejoeng zaman, .

” Buku itu kutulis dengan hati, patriotisme, dan pikiran yang terperas,” wajah yang penuh harap dan kemudian sepertinya sesuatu tengah bergejolak, dadanya bergemuruh, dan kesepian membalut sunyi.

Lelaki yang terlalu lelah untuk tetap mengabdi pada kehidupan dunia, terutama betapa keinginannya mengalirkan darah seninya pada sesorang, mungkin anak, tetapi sayang, hingga diusianya yang sangat renta, dia tidak punya siapa siapa, tidak punya pendamping hidup, kecuali buku.

Yang sampai saat ini masih membuatnya bertahan aadalah buku buku karyanya, buku buku yang sudah renta dan tidak menjanjikan, dan semenjak tiga dasawarsa terakhir, tidak adalagi karya yang dapat dihasilkannya, dan kalaupun ada yang berminat membaca karyanya adalah mahasiswa yang kebetulan sedang melakukan researc, itupun bukan mahasiswa yang mengambil studi di Dalam Negeri, tetapi umumnnya mahasiswa asing atau mahasiswa Indonesia yang sedang ditugasi mencari bahan bahan terutama menyangkut fakta sejarah pada masa penjajahan Belanda.

Angku Soetan Boeharn Zainal akhirnya menjadi teman curhatku, dan beliau mencurah begitu banyak air kedalam gelas kepalaku, menyangkut banyak hal terutama kesusasteraan yang mebuatku terinspirasi, dan suatu saat nanti, entah kapan aku akan menulis tentang sesuatu yang membuatku beruntung mengenal Angku Soetan BZ.

Dan seperti janji-janjiku bila buku perdanaku rampung, salah satu protitas orang yang akan mendapat buku Cuma Cuma dariku tentu saja Angku Soetan Zainal.

Bagaimana kalau beliau keburu meninggal sementara aku belum menulis barang sekalimatpun, atau kalaupun sudah selesai, mungkin angku sudah wafat, tulang belulang Angku sudah berserakan dan dagingnya sudah tidak ada lagi. Kepada siapa ahrus kutitipkan, jangankan anak keturunan, istripun beliau tak pernah merasakan,

”Angku pernah kecewa dan patah hati” desisnya suatu ketika.

Angku ada ada saja, patah hati bukanlah sifat lelaki, dan angku jangan menjebakku, aku bukan lelaki seperti angku, aku lelaki Angkupun lelaki, tetapi kita sungguh jauh berbeda, dalam kamusku tidak ada istilah patah hati angku, patah hati yang membuat angku sebatang kara, membuat angku tidak punya pewaris, kalau angku mati, maka angku mati penasaran, mati dalam keadaan merugi, pikirku membathin.

Merugi. Angku akan merugi karena tidak ada seorangpun yang akan menolong Angku dalam dunia lain yang akan Angku tempuh, alam barzag sampai masa penantian panjang, alam berbangkit, angku akan terlunta lunta tampa doa, seperti musafir yang kehausan,

Bukankah Pak Darman acapkali menyebutkan hanya ada tiga amalan yang pahalanya tidak terputus dan akan terus mengalir, dan yang berhak menolong Angku hanyalah anak keturunan, kecuali angku memberi sesuatu yang bermanfaat untuk hidup dan amal jahiriyah yang mengalirkan pahalanya sampai jauh laksana mata air yang tak kunjung habis.

” Kamu jangan mengejekku, aku bukan lelaki seperti yang kau bayangkan, tetapi aku berusaha menjadi lelaki yang sebenarnya, lelaki yang benar benar lelaki, bukan seperti lelaki sekarang, tak ada sedikitpun kesetiaan” Angku membuatku tak mengerti dan terpojok.

Angku jangan begitu, angku telah salah menilai, menilai dari perspektif angku sendiri, kalau itu yang angku lakukan angku akan terjebak ego, egoisme yang sulit untuk memahami diri angku sendiri, lagi lagi aku hanya sanggup membathin.

Aku tak ingin pula berpura pura merasa menjadi seorang pujangga, angku bukanlah tandinganku untuk berdebat terutama tentang masa lalu, dan kesetiaan, karena bagiku semuanya pekerjaan yang sia sia belaka, angku terlalu tangguh bagiku dan berdebatpun bukanlah solusi, ilmu belum selesai kucuri.

” Hei, anak muda, kau jangan jadi lelaki kucing air, lelaki yang mengganggap kelelakiannya, soal kelamin semata” Angku mendelik. Sembari menunjuk selangkangku, aku terkasiap sambil berkemas, kalau tidak bisa saja telunjuk angku mengenai perkakasku. Sesuatu yang menurutku tidak baik untuk pendidikan seks.

” Maafkan Aku Angku, aku kurang paham” kelitku,
” Bukan masalah paham atau tidak, tetapi kau harus mengusir jauh jauh pikiranmu yang sudah agak mulai rusak, terutama soal perempuan, buakankah kau sudah mengenal perempuan” Angku seperti mengajakku berkomunikasi dari hari ke hati, dan Aku tak perlu pula mengatakan bahawa aku sedang gencar gencarnya melobi si Meri, pasangan pawai Alegoris tempo hari, saat 17 belasan Agustus kemarin,

Meri menjadi teman sandingku, Bodinya berisi, gempal dan jelas Meri termasuk anak gadis yang selalu makan sebelum tidur, paling tidak ngemil, sosok Meri sering bermain dalam hanyalanku, dan menjadi salah seorang pemeran utama dalam mimpi-mimpiku, dan sepertinya aku akan terlibat dalam perangai anak muda sekarang, jatuh cinta.

Walau sementara, kenapa, aku sudah beberapa kali melayangkan surat, tetapi tak satupun yang berbalas, hatiku mulai resah, jangan jangan aku bertepuk sebelah tangan, tak bunyi dan mengibas angin.

Meri harus tahu bahwa aku terkasima, balutan Pakaian Adat Bali yang dikenakannya, hayalku menjadi liar, aku seperti kuda yang terlalu lama dalam kandang, darah muda ku mengalir dan Meri bersiaplah untuku.

” Angku betul, tetapi Gadis diujung zaman itu, bukankah mimpi angku yang tidak realistis, aku telah membacanya, angku harus segera bangun, angku tidak boleh bermimpi, karena masa dan zaman sudah bukan lagi mulik Angku” aku terpaksa agak berargumen dan ini adalah keberanian terbesar semenjak Angku menjadi mahaguruku. Angku tidak beraksi angku bisu dan diam, sepertinya angku tak mudah dipengaruhi.

Grand Design yang sudah lama kurenungkan kalau angku tidak juga berubah maka aku akan ajak angku bertarung, tepatnya dwitarung, gadis diujung zaman atau Meri, wanita akhir zaman.
Serombongan turis mancanegara tiba di Alahan Panjang, rombongan dari negeri Belanda, tiga orang gadis tempo Doeloe, berusia lanjut, berkepala tampa penutup, dan dua orang lelaki sepuh dan seorang pria sepertinya dialah yang menjadi kompas perjalan Mantan Kompeni itu. Berbicara serius dan angku sepertinya amat gembira dapat bercerita tentang masa lalunya, dan meraka sepertinya terlalu larut, dunia milik orang kompo dan aku sepertinya hanyal penumpang yang tidak kebagian tempat, seperti gelndangan yang terusir dari peron kareta.

Angku telah menemukan gadis akhir zamannya salah seorang dari tiga perempuan itu adalah cerita masa lalu angku, cerita tentang hati dan cinta yang tak berkesudahan, perang dan perdamaianlah yang membuat kisah itu terkubur dalam dalam, dan hati mereka berdua menympannya erat, tidak ada yang dapat membuka kecuali kunci yang mereka simpan.

Angku soetan Zainal Boerhan dan Nyanya Meneer Elizabeth dipusarakan dalam pandam Pakuburan suku Chaniago di Alahan Panjang dan menjadi cerita cinta dan pengorbannan paling romantis didunia, melebihi cerita Romeo dan juliet, Tenggelamnya Kapal Titanic, atau roman dibawah lindungan Ka’bah, apalagi dipersandingkan dengan roman populer picisan yang berselera rendah dan auratis. Gadis Tanah Tepian, Akan Akoe toenggoe dikau di oejoeng zaman?.

Angku laksana Zenith dan Nn Meneer bagai Capella, bintang paling cemerlang dalam rasi Auriga, rasi belahan utara yang bermakna Pengendara Kereta perang, dan Angku memang tidak salah, bintang ganda Capella, jujur pada garis edarnya, seperti Nn Menner, Capella jaauh, lebih jauh dari negeri Belanda, apalah artinya 45 tahun cahaya, dibanding cinta Angku Soetan, lintas masa, lintas generasi, lintas sejarah, lintas etnis, dan lintas karakter. Penjajah dan dijajah.

Seperti halnya Nn Meneer, angku Soetan, adalah juga seperti Ayahku menjadi Zenith, warisan cintanya, laksana zenith, Sebuah titik di langit yang terletak tepat diatas kepala, atau lebih tepatnya, titik yang terletak pada deklinasi +90° pada bola langit. Zenith adalah kutub dari sistem koordinat horisontal, dan secara geometris merupakan perpotongan antara bola langit dengan garis lurus yang ditarik dari pusat Bumi melalui lokasi setempat. Secara definisi, zenith adalah sembarang titik di sepanjang Meridian setempat, dan anda akan menemukan keindahan hidup termasuk janji Tuhan tentang Pertemuan, jodoh, maut dan rezki, seperti Angku dan gadis akhir zaman.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar