Kamis, 22 Januari 2009

GADIS ITU CITRA KASMILI

BAB 11

Helikopter meraung-raung, berputar di bumi Talang Babungo, agak lama juga, mencari sasaran, menemukan saat yang tepat melakukan pendaratan, seperti elang yang sedang mengintai anak ayam, Heli itu akhirnya lambat-lambat merendah dan menyentuhkan kakiknya ditanah lapang, kendati tidak ada tempat pendaratan khusus atau heliped, kecuali sebuah lapangan sepakbola, heli itu benar-benar menancapkan kakinya yang kokoh dan berhenti sempurna, baling-balingnya pelan melambat.

Orang-orang berhamburan dan petugas bersiaga membuat pagar betis, Lapangan Tabek tumpah-ruah, seperti masyarakat memang sudah tidak sabar menunggu. para petinggi yang sudi mampir melongok bumi Talang Babungo nan cekung. Pak camat, Pak desa, wali jorong, Pak Radhin, Pak Wazal Azwar, Pak dinul Islam, Pak Harun, Pak Siak, Pak Sati dan buk Nurni yang mengagumkan, seganap ninik mamak, bundo kanduang, dari anak anak sempai dewasa, dari orang dalam kota Talang Babungo sampai orang Tabek, Bulakan, Kayu Jangguik, pinti Kayu, Sariak, Talaok bahkan ada yang dari sungai Abu, negeri hilir, dihilir Sariak Alahan tigo, tumpah ruah, ramai sekali, belum lagi rombongan Muspida Kabupaten, tentu saja Pak Bupati, Kores, dari distrik Meliter, dan tak ketinggalan Babap-bapak dari unsure kecamatan, tokoh, ulama, dukun, pawang, anak anak berseragam.

Seorang pria gagah berkacamata hitam turun dari tangga Heli, orang-orang menyambutnya terutama bapak bapak yang berbaju safari, semuanya bersalaman sambil terbungkuk-bungkuk, aku baru tahu kelak ternyata orang itu Gubernur Sumatera Barat, Azwar Anas, lengkapnya Letjen Azwar Anas, orangnya gagah, elegan, dan memeiliki senyumnya khas, senyum orang kota, senyum pembesar negeri.

Belum habis keterpanaan ku ternyata dibelakang Bapak perlente itu, juga disertai seorang Ibu, juga berkacamata Hitam, ukurannya agak besar dan gagangnya melengkung-lengkung, juga tersenyum, senyumannya merekah, momoen itu terekam begitu jelas, kebetulan aku berada pada posisi yang pas, diatas batang kayu, dan dekat dari pendaratan heli.

Sebuah kalung besar sebesar roda sepeda mini ibuku dikalungkan kepada Bapak itu, dan kemudian satu persatu berjalan mengiringi, mereka bercakap-cakap, dan anak anak gadis, yang bergaun bundo kanduang menyodorkan bawaannya, dilihat sebentar, kemudian tiga anak gadis itu mundur, kepalanya bertaandunk seperti rumah adat.

Penyambutan tidak berhenti sampai disitu, karena ada kunjungan pejabat dari Padang tentu ada permasalahan atau persoalan yang tengah terjadi, dari orang-orang aku dapat bocoran, kukira dan aku menduga bahwa kedatangan bapak bapak itu dan rombongan ingin melekukan pendekatan kemasyarakat soalnya banyak sekali perambahan hutan pinus, oleh masyarakat dan ini tentu tidak bisa dibiarkan kerna akan menggagu ekosistem hutan lagi pula pinus itu adalah proyek rebosasi pemerintah untuk mengatasi hutan yang gundul dan kemarin terbakar.

Prakiraan ku ternyata salah, kedaatangan mereka bukan karena asap tebal membumbung, ternyata itu adalah kunjungan politik dan kunjungan konsiolidasi, pemilu sudah dekat. Aku tahu bahwa Talang Babungo, kendati jauh dipelosok, tetapi disini lahir beberapa tokoh kharismatik, dan namanya harusm ditingkat Sumatera Barat, seperti Buya Haji Radhin Rahman, tokoh Muhammadiyah yang menjadi Imam Besar Masjid Taqwa, Padang, Pak Radhin memiliki pengaruh kuat di level propinsi, sementara dikampung beliau adalah ‘wali’.

Buya Radhin dekat dengan semua level, dari yang paling ‘mamacik’ sampai masayarakat ‘mancik’ bak kayu gadang, beliau adalah beringin, daunnya tempat berteduh, batangnya buat bersandar, dan uratnya ‘jelo manjelo’, artinya lagi tidak ada kusut yang tak selesai, muara persoalan beliau yang menampung, kemudian mengalir dan cair, seperti aliran Batang Gumanti, konon berhulu di Danau diatas, dan bermuara di Sungai Batang Hari Jambi, namun, melalui serangkaian perjalanan panjang dan melelahkan, aliranya singah di Talang Babungo, mengalir ke sariak Alahan Tigo, lalu ke Sungai Abu, dan baru memasuki kawasan Batang Hari, jauh juga.

Ngomong-ngomong soal Pemilu dan kunjungan Pejabat memang setali tiga uang, ketokohan Pak Radhin memang sering dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengokohkan eksistensi Partai Golkar khususnya di Kabupaten Solok, karena memang Kabupaten Solok dianggap salah satu kantung suara Partai Persatuan Pembangunan alias PPP, tapi menyangkut soalan politik Buya Radhin senantiasa mampu menjaga jarak, dan untuk yang satu ini beliau tetap konsisten berada dijalur tengah bak moto da’i sejuta ummat ‘ saya tidak kemana-mana tapi ada dimana-mana’ beliau tidak memakai baju mono warna tetapi warna-warni, dan inilah yang kemudian Buya Radhin menjadi incaran pemerintah, tapi sayang usaha itu gagal, Buya Radhin terlanjur menjadi milik semua golongan, dan ummat setia mengikuti langkah itu.

Seperti biasa, Radio dari kamar ayah menyala’ mengabarkan berita kebakaran hutan pinus bukit barisan, dan beberapa berita lokal Sumatera Barat lainnya, termasuk kunjungan Gubernur Sumatera Barat ke Talang Babungo, lengkap dengan informasi dukungan Buya Haji Radhin Rahman ke Partai Golkar’, kemudian diakhir siaran bergema lagu Pemilu, mars yang selalu menjadi hiburan menjelang pelaksannn Pesta Demokrasi Lima Tahunan.


2 komentar:

  1. Sebuah cerita masa lalu, dg ide sangat bagus. Barangkali kita sepakat, kini Talang Babungo sedang mencari sosok baru yang mampu jadi idola. Entah dapat, entah tidak. Cuma judulnya kok lain ya. Owel Rusli kok lai mambaco, toloang disambuang.

    BalasHapus
  2. Alfatihah untuk ambo radhin rahman. Denai cucu beliau dr anak kedua beliau (hj.maikarti/etek emen) dr istri beliau amak syamsidar (gaek idan). Smg segala upaya yg tlh ambo kami lakukan untuk nagari dan masyarakat banyak (termasuk pengembangan tanaman markisah) menjadi amal jariyah. Amiin

    BalasHapus