Kamis, 15 Januari 2009

BANGKITLAH, ANAK PESISIR

Sengaja saya tulis judul ini dengan kalimat ajakan, Bangkitlah, atau bangunlah, kalau dalam bahasa arab kata ajakan dikenal dengan sebutan fiil amar, berarti kata -kata yang mengandung perintah, ajakan dan seruan, maksud saya agar kalimat ini lebih memuat bobot penekanan pada optimisme, tidak berputus asa. Bangkit dari duduk bermenung dikedai-kedai, bangun dari tidur yang tidak produktif, bangun sebelum matahari meninggi, dan bertaburan mengais reski.

Hingga data paling faktual dan mutakhir, angka kemiskinan di Kabupaten Pesisir Selatan masih berkisar 41.000 KK, tentu saja kalau dihitung perkepala jumlahnya menjadi 200.000 jiwa andai satu daftar KK dihuni 5 orang, Fantastis.

Hampir separoh penduduk yang bermukim di Ranah Pesisir ini hidup dalam kemiskinan, lalu tentu timbul pertanyaan dibenak kita, angka segitu besar, selama 3 tahun lebih duet kepemimpinan Bupati Nasrul Abit dan Syafrizal, belum menunjukkan perkembangan berarti bahkan nyaris tidak bergerak sama sekali, konstan.

Pertanyaan seloroh, tentu selama tiga tahun memerintah nyaris tidak ada usaha dan pekerjaan kepala daerah yang menampakkan hasil?, kalau begitu apa saja yang telah dilakukan untuk mengelola angka kemiskinan yang sangat fantastis itu.

Kita tentu tidak boleh pula menyudutkan pemerintah daerah, yang didalamnya juga tercakup DPRD, sebagai legislative daerah, tanggungjawab tentunya mesti dibagi rata, sehingga tidak eksekutif saja yang dipojokkan.

Jika kita ingin fair, memang persoalan kemiskinan terkait dengan banyak hal, termasuk, SDM yang lemah, akses kesehatan, akses berusaha, etos kerja, dan kultural masyarakat.

Kita bisa tengok, Pesisir Selatan sesungguhnya bukan daerah yang minus-minus amat, tanahnya subur, hutannya dan lahannya masih menjanjikan, perkebunan berkembang, sawah, dan laut yang sangat potensial, tentu menjadi modal untuk bangkit, lalu kenapa masih stagnan.

Pelbagai program pemerintah, juga telah digelontorkan saban tahun anggaran dengan mengalokasikan dana yang juga tidak sedikit, berbagai sektor pembangunan, pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, bidang sarana dan prasana ke PU-an termasuk program atau kegiatan non fisik, nyatanya angka kemiskinan tak turun turun, kendati telah diberi obat penurun panas, panasnya tak turun-turun, antibiotikah yang salah?.

Tentu saja, untuk menjawab pertanyaan itu secara konprehensif dan lebih mengena, butuh penelitian yang mendalam, sehingga tidak lahir pernyataan yang tergesa gesa dan premature, banyak usaha yang telah dilakukan, banyak dana dan waktu yang terpakai, dan siang malam Kepala Daerah memikirkan ini, tentu patut pula apresiasi bagi kerja keras dan dedikasi Nasya (Nasrul Abit-Syafrizal).

Pada berbagai momentum dan kesempatan Bupati Nasrul memang berkeluh kesah, terakhir pada penyambutan Latsitardanus, dihalaman Kantor Bupati Pesisir Selatan, bahkan dikatannya ada salah satu kecamatan dari 12 kecamatan yang ada, memiliki tingkat angka kemiskinannya 50% dari jumlah penduduk, yakni Linggo Sari Baganti, kampung Bupati sendiri. Begitu juga kecamatan-kecamatan lain dengan tingkat kemiskinan bervariasi.

Lantas, ditengah himpitan ekonomi yang kian berat, apalagi resesi global yang berpengaruh besar terutama lesunya pasar berbagai komoditi dunia, seperti sawit dan karet menambah beban itu makin kian berat.

Beban itu, hendaknya tidak dipanggul bupati sendiri, tidak juga oleh DPRD, tetapi mesti dilakukan bersama-sama oleh semua komponen, ninik mamak yang berkemenakan, ulama, kaum cerdik cendikia, pers, LSM, para perantau (IKPS) dan segenap stokeholder yang kait mengait.

Kalau sekedar bersandar ke APBD yang Rp. 600 Milyar itu, tentu tidak akan memadai, sebab lebih separoh anggaran tersedot untuk kebutuhan Belanja Tak Langsung, seperti gaji, dan pengeluaran rutin, sementara sebagaian kecil saja yang dapat dimanfaatkan bagi Belanja Langsung atau belanja Modal/Investasi, untuk keperluan berbagai program pembangunan, seperti pemeliharaan jalan dan jembatan, perbaikan bangunan sekolah dan kegiatan lainnya, dan sebagaian besar APBD Pesisir Selatan itu berasal dari DAU, DAK, sekitar Rp. 17,5 Milyar saja yang diraup dari PAD. Maka sangat tidak masuk akal jika berharap terlalu banyak pada anggaran yang terbatas itu.

Salah satu persoalan yang berlarut salah satunya adalah keinginan masyarakat Pesisir Selatan keluar dari keterisoliran daerah, dengan membuka akses jalan Kambang Muara Labuah, yang sudah sangat lama digagas, semenjak zaman Sabri Zakaria jadi Kepala PU Propinsi, hingga sekarang tetap saja persoalan pembukaan jalan Kambang Muara Labuh itu tetap berputar tampa tahu dimana okok pangkal masalahnya, bahkan ‘kreativitas’ anak nagari Kambang dalam melakukan pembukaan swadaya dengan dana masyarakat tetap tidak mendapat respon positif dari berbagai pihak terutama pihak departemen kehutnan dan pihak lain yang terkait.

jika keterisoliraan ini tidak dapat dibuka tentu saja harapan untuk lebih menggeliatkan ekonomi terutama dua daerah SolSel dan Pessel tidak akan berarti apa apa, sementara potensi yang akan dieksploitasi terbatas, maka jalur perdaganagan lebih menjajnjikan jika jalur ini dibuka.

dan beberapa waktu ini ada semacam ‘ wacana” untuk kembali menghangatkan suasana, maklum menjelang pemilu, para konestan, caleg dan politikus berkeinginan menjual issue ini ketingkat grass root, dan cara cara ini perlu diwaspadai sebagi upaya pembohongan public dan kepentingan politis semata, sehingga tidak menjadi komoditi sesaat dan jelas merugikan masyarakat. saatnya masarakat sadar bahwa janji janji yang diberikan oleh mereka yang sedang menjual diri kemasyarakat tentu masayarakat tidak mudah lagi dibodohi.

Saatnya Anak Pesisir, Bangkitlah, Bangunlah. Kemiskinan kita perangi, alam kita olah semaksimal mungkin, laut masih menjanjikan, dan pemerintahpun telah memfasilitasi, dengan berbagai macam program bantuan bagi masyarakat nelayan dan pinggir pantai. Apalagi. Saya tetap optimis. Kemiskinan bukan sesuatu yang absolute, bukan?.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar